Selama 4 tahun terakhir, aku bekerja sebagai video editor di sebuah perusahaan pakaian wanita. Seperti yang bisa kau bayangkan, sebagian besar pegawainya adalah wanita. Bahkan, aku satu2nya pria di departemenku. Ujung2nya, aku seringkali mendapat ejekan (dalam artian bercanda) dari teman2ku. Namun sejujurnya, aku tak terlalu keberatan. Namun ada satu kekurangan dari tempat kerjaku. Kamar mandi. Oh, maaf, kurasa aku terlalu cepat menceritakannya.
Beberapa bulan lalu, karena tempat kerja kami dirasa kurang luas, bosku memutuskan memindahkan seluruh departemenku (ada 12 orang pegawai, 11 di antaranya perempuan, dan 1 laki2, itu aku) dari kantor pusat kami ke gedung yang lebih kecil di seberang jalan. Aku sangat bersyukur dengan kepindahan ini. Kami benar2 membutuhkan tempat kerja yang lebih luas dan gedung di seberang kebetulan kosong. Tapi sayangnya, kondisi gedung itu tidak terawat. Tidak ada yang menyewa gedung tersebut selama beberapa bulan dan kondisinya benar2 parah. Langit2nya bocor, bahkan ada yang ambruk. Lantainya retak, dan kamar mandinya benar2 dalam keadaan kotor. Namun bosku mengucurkan banyak dana untuk merenovasi gedung tersebut dan setelah jadi, kami bahkan tak bisa lagi mengenalinya (dalam artian yang baik).
Perubahannya benar2 tak bisa dipercaya! Kami memilikicubicle2untuk tempat kami bekerja dengan pot tanaman, kursi yang ergonomis, dan kami juga memiliki ruang lapang dimana kami bisa mendekorasinya sesuai keinginan kami. Kami juga diberikan dapur yang lengkap dengan mesin pembuat kopi (bermerek), blender untuk membuat jus, pemurni air, yah hampir segalanya. Dan gadis2 diberikan kamar mandi mewah lengkap dengan futon dan cermin rias (kau tahu, yang ada lampu2 di sekeliling frame-nya).
Bagaimana dengan kamar mandi pria? Well, bisa ditebak karena aku satu2nya pegawai laki2 di sana, maka kamar mandiku tak semewah mereka. Kamar mandiku hanya berisi wastafel, toilet, dan cermin. Itu cukup bagiku, mengingat di gedung ini hanya aku saja yang menggunakannya.
Namun masalahnya adalah kunci pintunya mudah rusak. Ketika aku keluar dari kamar mandi, pintunya akan menutup sendiri dan mengunci dari luar. Aku tak bisa masuk tanpa bantuan dari bagian maintenance gedung. Hal itu tidak terjadi terlalu sering, namun cukup untuk membuatku kesal. Karena seringkali kejadian itu berlangsung saat kondisi “darurat”, yah kau tahu lah maksudku. Untuk membuat segalanya lebih buruk, bagian maintenance di gedung ini bisa dibilang supersibuk, sehingga mereka baru bisa menangani keluhanku setelah beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Untungnya, para rekan kerjaku (yang semuanya wanita) sangat baik dan mengizinkanku menggunakan kamar mandi wanita apabila kamar mandiku terkunci. Mereka mengatakan mereka tidak keberatan, bahkan agak “terhibur” (entah apa itu maksudnya).
Peristiwa itu terjadi beberapa kali. Aku sebenarnya ingin cuek saja, namun aku tak bisa bohong pada diriku sendiri. AKu benci menggunakan toilet perempuan. Ini bukan hanya karena ego-ku sebagai laki2. Itu juga bukan karena rasa malu. Namun karena menggunakan kamar wanita rasanya benar2 aneh. Ya, aneh. Seperti kau merasakan ada sesuatu yang membuatmu merinding tanpa bisa menjelaskannya. Saat aku menggunakan kamar mandi wanita, aku merasa bahwa aku tak sendiri.
Aku ingat dengan samar pertama kali aku terpaksa menggunakannya. Hari itu adalah hari dimana kunci kamar mandi pria macet sejak pagi dan aku hampir menghabiskan seharian tanpa pergi ke kamar mandi. Sejam sebelum shift-ku berakhir, aku merasa seperti kandung kemihku akan meledak. Kakiku gemetaran dan gigiku mengigiti bagian dalam pipiku, serta mataku mulai berair. Aku menyadari bahwa pada titik ini, aku hanya punya dua pilihan: menggunakan kamar mandi wanita atau mencari semak2 di luar. Aku lebih memilih memakai kamar mandi wanita, walaupun itu adalah keputusan yang sangat sulit untuk kubuat. Rekan kerjaku (yang sekali semua adalah wanita) berjanji mereka akan berjaga di depan pintu untuk memastikan tidak ada yang masuk sementara aku menggunakan kamar mandi. Mereka juga memeriksa ke dalam untuk memastikan kamar mandi itu kosong sebelum aku masuk.
“Halo?” tanyaku. Tak ada respon.
Pikiran pertama yang terbesit di benakku adalah betapa bagusnya kamar mandi ini. Seperti yang kusebutkan di atas, ada futon dan cermin yang bisa menyala. Aku juga terkejut tidak ada urinal di sana. Hanya ada bilik2. Yah, butuh waktu sejenak untuk benar2 menyadari aku berada di kamar mandi wanita. Rasanya aneh, sebab seumur hidupku, setiap aku memasuki kamar mandi, aku selalu melihat urinal.
Aku memasuki sebuah bilik, menguncinya (walaupun aku tahu takkan ada yang masuk), dan melakukannya. Aku berdiri di sana, mengosongkan kandung kemihku, dan tak mendengar apapun kecuali air seniku yang mengalir ke dalam kloset. Rasanya suasana itu berjalan selama semenit hingga aku mendengar suara lain. Suara itu seperti suara langkah kaki yang sangat ringan. Lalu,
“Ngiiiiik …”
Jantungku berhenti. Itu adalah suara bilik di sampingku terbuka. Ada seseorang yang berada di dalam kamar mandi selain diriku. Mungkin orang itu masuk tanpa sepengetahuan rekan kerjaku di luar atau sejak awal dia memang sudah ada di sini dan rekan2 kerjaku tak mengetahuinya.
Setelah rasa terkejutku reda, perasaanku berganti menjadi rasa malu. Inilah aku, kencing berdiri di kamar mandi wanita (garis bawahi kata “berdiri”), dan seorang gadis malang mendengarnya. Mungkin gadis yang bekerja denganku itu sama malunya denganku. Sial, ini awkward! Entah bagaimana, tanpa aku berpikir, aku mengucapkan, “Uuuh, maaf.” Aku kembali mendengar suara “Ngiiiik” dari suara pintu bilik yang terayun membuka dan suara “Tuk” yang pelan. Setelah aku selesai kencing, membilasnya, dengan lega aku keluar dari bilik. Aku melihat wajah merahku yang tersipu di cermin dan memutuskan untuk mencuci mukaku dengan air. Akupun keluar dari kamar mandi.
Rekan kerjaku bersumpah tak ada yang masuk ke kamar mandi wanita ketika aku berada di dalam. Dan mereka meyakinkanku bahwa kamar mandi itu kosong ketika aku masuk. Aku tak yakin, namun aku berpikir bahwa aku mungkin saja salah dengar. Mungkin itu suara air yang mengalir melalui pipa di dinding dan melupakan semua pengalaman itu.
Aku hanya pernah menggunakan kamar mandi wanita selama dua kali sepanjang bulan itu. Dan setiap kali aku melakukannya, itu adalah pengalaman yang menyiksa. Tiap kali aku sudah tak tahan lagi, aku merasa paranoid, selalu merasa seakan aku sedang menyerang ruang privasi orang lain. Satu kali, ketika aku sedanng mencuci tangan, aku menatap ke cermin dan bersumpah melihat sesuatu bergerak di sudut mataku. Sebuah gerakan cepat di dekat salah satu bilik.
Seperti seseorang (atau sesuatu) dengan cepat berusaha menghindar dari tatapanku. Aku tak bisa menunjukkan dengan tepat dimana gerakan itu berasal, namun aku bisa bersumpah bahwa aku benar2 melihatnya saat itu. Dan aku juga mendengar suara yang familiar.
“Ngiiiiik …” diikuti dengan suara “Tuk.”
Tak heran para wanita selalu ke kamar mandi ramai2, pikirku. Pasti itu membantu mereka agar tidak mendengar suara2 yang aneh.
Secara keseluruhan, menggunakan kamar mandi perempuan adalah pengalaman paling canggung yang pernah kualami. Namun itu bukan pengalaman yang terlalu menakutkan.
Hingga hari ini. Sial! Aku benar2 merinding jika mengingatnya. Hari ini adalah hari terakhir aku menggunakan kamar mandi wanita SELAMANYA. Dan aku akan berusaha supaya tak satupun rekan kerjaku yang menggunakan kamar mandi itu. Hari ini bukanlah hari yang normal, ini adalah hari yang benar2 sibuk. Begitu banyak yang harus kulakukan. Aku terlambat makan (pada titik ini perutku mulai terasa aneh).
Aku punya ribuan deadine yang harus kupenuhi. Dan lebih buruk lagi, tanpa sengaja aku kembali mengunci kamar mandi pria dari luar. Aku mengirim e-mail ke bagian maintenan cedan meneruskan bekerja sepanjang hari, sehingga akupun melupakannya. Aku segera menyadari bahwa aku takkan mungkin pulang ke rumah tepat waktu, terutama karena sebuah proyek tiba2 muncul sekitar satu jam sebelum waktu pulang. Aku sedikit merasa khawatir dengan beberapa hal.
Pertama, jika aku tidak pulang sekarang, aku takkan menemukan tempat parkir di blok apartemenku. Kedua, aku sepertinya mengalami sedikit masalah pencernaan hari ini dan merasa sedikit tak nyaman. Namun aku bekerja secepat mungkin dan masih berharap dapat pulang tepat waktu.
Dan tentu saja, hari dimana kau ingin pulang ke kantor lebih cepat adalah hari dimana (kenyataannya) kau harus bekerja lembur dan pulang terlambat, bahkan paling akhir. Pada pukul 6, gadis terakhir sudah pulang dari kantor dan aku masih belum menyelesaikan proyekku. Pada 7.30, perutku mulai membunuhku secara perlahan.
Perutku mulai berbunyi cukup keras. Ia tidak mengatakan, “Aku lapar!” melainkan “Aku sedang kesal dan akan meledak. Aku akan membuat kekacauan di sini jika kau tak segera ke toilet!”. Yah, singkat kata, aku harus segera menggunakan kamar mandi. Tak bisa ditunda lagi. Aku melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan komputerku untuk memproses tahap akhir proyek videoku. 45 menit. Itu dan ditambah setengah jam berkendara pulang, jelas tidak mungkin aku bisa menunggu selama itu. Aku pergi ke kamar mandi laki2 dan berusaha membukanya.
“Klik!”
Yah, benar. Masih terkunci dan pasti bagian maintenance masih terlalu sibuk untuk memperbaikinya. Aku mengintip kamar mandi wanita dan merasa gugup untuk alasan yang aneh. Namun aku mengabaikannya dan memutuskan untuk masuk saja (perutku memaksaku, aku tak punya pilihan lain).
Aku memasuki kamar mandi wanita dan dengan terburu-buru langsung masuk ke dalam bilik, sambil melepas sabukku ketika aku berjalan.
Aku takkan memberikan detail yang terlalu rinci di sini, namun setelah 20 menit duduk di kloset, aku mulai merasakan horor. Aku mulai mendengar langkah kaki. Aku mendengarkan dengan seksama, bertanya-tanya mungkinkah aku sedang berkhayal.
“Tap … tap … tap ….”
Tidak, aku tak mungkin salah. Aku jelas2 mendengar suara langkah kaki. Tidak, bukan langkah kaki. Seperti suara sesuatu merangkak? Jantungku berdebar kencang dan paru2ku serasa membeku ketika aku menyadari darimana suara itu berasal.
Suara langkah kaki itu tidak berasal dari luar.
Suara itu berasal dari atasku. Tepat dari atasku.
Aku menatap ke atas dan suara itu menghilang. Untuk sesaat, aku tak mendengar sesuatupun namun jantungku berdebar sangat kencang hingga aku mulai merasa sakit. Kemudian,
“Ngiiiiiik …”
Pada saat itulah aku menyadari bahwa selama ini yang kudengar bukanlah suara bilik yang didorong terbuka. Itu adalah suara papan plafon langit2 yang diangkat. Ketika papan plafon yang berada tepat di atasku tergeser membuka, akupun melihatnya. Mataku membelalak dan mulutku menganga ketika aku melihat sesuatu di sana.
Dan ia balik menatapku.
Di dalam langit, sebagian tersembunyi di dalam bayangan, aku melihat sebuah mata. Mata itu mengintip, melihat tepat ke arahku untuk selama sedetik. Kemudian, secepat ia terlihat, secepat itu pula ia menghilang. Hal terakhir yang kulihat adalah suata “Tuk” yang pelan ketika ia meletakkan kembali papan plafon itu di tempatnya.
Apa yang terjadi berikutnya masih sangat kabur dalam ingatanku. Aku tak ingat berdiri dan menarik celanaku. Aku tak ingat meraih kunci mobilku dan keluar dari gedung. Aku hanya ingat detak jantungku yang serasa memukul2 dadaku.
Detak jantungku sangat kencang hingga rusukku terasa sakit. Ketika aku pulang, aku mencoba mengingat kembali apa yang aku lihat. Aku bertanya-tanya, apa yang akan kukatakan pada rekan2 kerjaku besok tentang apa yang kulihat tadi?
Itu jelas wajah seorang laki2, namun wajahnya tak sepenuhnya seperti manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar