Sabtu, 22 Juni 2024

Horror Kantor Cimahi

 



By BriiStory
Sering kali keadaan memaksa kita untuk menghadapi situasi yang sangat menguji nyali.Rintihan jerit hati yang ketakutan, seperti gak ada yang mendengar atau peduli. Tinggal bergantung pada diri sendiri..
Simak kisah seram dari kota Cimahi, siang ini, hanya di sini..
Sendirian, nyaris tengah malam, di tempat yang baru saja aku tempati.
Suasananya sangat sepi, di lahan luas yang atasnya berdiri dua bangunan.
Di rumah yang gak terlalu besar ini aku seorang diri, di ruang tengah menonton televisi.
Biasanya, jam 10 sudah lelap tertidur, tapi malam ini beda, aku sama sekali belum merasakan kantuk. Mata terus memperhatikan layar TV.
Sampai ketika, sesuatu mulai terjadi..
Ada sekelebat bayangan bergerak di depan rumah, aku melihatnya dari balik tirai jendela. Seperti ada orang yang melintas dari kanan ke kiri, tapi gak bersuara sama sekali.
Tentu saja aku penasaran, kemudian berjalan mendekat ke jendela, lalu membuka tirainya. Gak ada siapa-siapa di luar, sepi dan kosong, terang lampu teras memastikan semua itu.
Aku hanya melihat bagian belakang bangunan besar yang ada di depan rumah, bangunan besar yang berfungsi sebagai kantor tempatku bekerja, itu pun kosong sama sekali.
Kalau gak ada siapa-siapa, lalu bayangan siapa yang tadi melintas?
Tiba-tiba merinding, lalu aku mematikan lampu tengah dan bergegas kembali duduk di tempat semula.
Setelah itu, sejenak pikiran teralihkan dengan menonton acara tv.
Tapi ketenangan hanya sebentar, karena lagi-lagi aku melihat ada bayangan hitam, kali ini lebih jelas.
Bayangan yang terpampang pada tirai, cukup bagiku untuk memastikan kalau itu adalah bayangan manusia. Dia berdiri diam seperti sengaja untuk tepat berada di depan jendela.
“Pak Asep?”
Sengaja aku memanggil bertanya, setelah beberapa belas detik hanya terpaku memperhatikan, namun gak ada jawaban.
Pak Asep adalah OB kantor yang baru beberapa hari belakangan aku kenal
Bayangan itu masih terus berdiri, masih juga gak bergerak.
Melihat itu, sekali lagi aku bangkit dari duduk lalu mendekati jendela. Sempat ada ragu sebelum akhirnya aku membuka tirai, rasa penasaran yang memaksa semuanya.
Gak ada siapa-siapa di luar, bayangan itu tiba-tiba hilang. Pemandangan itu yang terlihat, setelah sudah ada cukup celah untuk mengintip.
Pada detik inilah ketika aku mulai merasa ada yang gak beres, ada sesuatu di rumah ini, di lingkungan kantor ini.
Beberapa menit sebelum jam 12 tengah malam, aku memutuskan untuk masuk kamar, bukan karena mengantuk, tapi karena semakin merasa ada yang aneh, ada yang janggal.
Udara Cimahi yang cukup dingin, menjadi semakin dingin, aku sendirian di dalam rumah di belakang kantor.
Kantuk belum datang juga, aku terbujur kaku berselimut sebatas dada, berharap semoga gak ada kejadian apa-apa.
Waktu terus bergulir, menit berganti menit, perlahan melewati tengah malam.
Sesekali coba mengalihkan pikiran dengan membuka ponsel, berselancar memperhatikan lini masa media sosial, tapi hanya sebentar, setelahnya aku kembali tersadar kalau sedang berada di dalam situasi yang menggugah nyali.
Suasananya sangat sepi, hanya terdengar sesekali suara mesin kendaraan yang melintas di jalan depan kantor, itu pun hanya sayup terdengar karena jaraknya cukup jauh, selebihnya ya gak ada suara lain lagi.
Oh iya, ada pohon besar yang berdiri di samping bangunan mess yang sedang aku tempati ini, sesekali angin malam bertiup menggorang daun dan ranting pohon itu, tentu saja menghasilkan suara walau gak terlalu bising.
Tapi, lamunan terhenti ketika mataku menangkap ada pergerakan pada celah sempit di bawah pintu kamar.
Lampu ruang tengah yang tadi sebelum masuk kamar aku nyalakan, ternyata malah menjadi salah satu faktor pemberi keseraman berikutnya.
Dari celah bawah pintu, aku melihat ada sekelebat bayangan yang bergerak dari depan ke belakang, kemudian sebaliknya, pergerakan yang tentu saja menandakan seperti ada seseorang yang sedang berjalan di ruang tengah.
Siapa itu? gak tahu, aku gak punya nyali untuk membuka pintu mencari tahu.
Gak ada suara sedikit pun, juga suara langkah kaki, atau apa pun, tapi bayangan itu terus saja seperti mondar mandir di ruang tengah.
Yang sungguh membuat ketakutan, ketika melihat kalau sepertinya sang empunya bayangan tiba-tiba berhenti bergerak lalu berdiri diam tepat di depan pintu, tapi hanya sebentar, kemudian bergerak lagi.
Aku menarik selimut sampai wajah, hanya menyisakan kedua mata untuk terus memperhatikan situasi.
Kejanggalan seram ini terus berlanjut hingga lewat dari jam satu. Bayangan itu terus bergerak di ruang tengah tanpa suara, sementara aku memperhatikannya sambil berharap semua “kegiatan” itu hanya terus berlangsung di luar kamar.
Tapi ternyata harapan gak jadi kenyataan, ketika aku melihat kalau gagang pintu kamar secara perlahan bergerak sendiri, seperti ada yang sedang mencoba membuka pintu dari luar!
Entahlah, aku lupa apakah tadi sudah mengunci pintu atau belum, pikiranku mulai dan semakin kalut ketika gagang pintu itu mulai bergerak-gerak.
Cukup lama hal ini terjadi, sekitar beberapa menit, tapi pintu masih terus dalam keadaan tertutup.
Tapi akhirnya, yang sangat aku takutkan terjadi juga, pintu akhirnya mulai terbuka meski perlahan.
Keringat dingin mengucur jatuh dari ubun kepala, dada sesak karena napas tersengal ketakutan.
Sementara pintu terus bergerak terbuka, sentimeter demi sentimeter..
Lampu ruang tengah masih menyala, terangnya menjelma jadi garis cahaya yang masuk ke dalam kamar karena pintu mulai terbuka lalu membuat celah.
Aku menarik badan hingga akhirnya jadi berposisi duduk di pojok tempat tidur, masih berselimut, masih terus memperhatikan semuanya.
Entah berapa detik kemudian, akhirnya aku dapat melihat sosok yang sedari tadi sedang membuka pintu..
Kamar dalam keadaan gelap, sementara lampu ruang tengah menyala terang, hal ini membuat pandanganku menjadi silau, walhasil hanya dapat melihat sosok seram itu dengan bentuk siluet bayangan hitam.
Iya, sosok seram, dia berdiri mendorong pintu kamar, membukanya lebar-lebar.
Sosok berbentuk seorang laki-laki. Aku sama sekali gak bisa melihat wajahnya, karena itu tadi, cahaya lampu ruang tengah membuatnya hanya terlihat seperti bayangan hitam.
Dia berdiri diam seperti memperhatikan, ketika pintu benar-benar sudah terbuka lebar.
Siapa ini?
Mau apa dia?
Tuhan, aku sangat ketakutan.
Jantung seperti berhenti berdetak, rasanya sulit sekali bernafas, dadaku sesak..
Semua semakin menjadi-jadi ketika dia kemudian mulai bergerak, bergerak masuk ke dalam kamar, mendekati aku yang sedang di ambang batas kesadaran..
Sosok seram bergerak melayang, perlahan, terus mendekat..
Sampai jarak kami hanya tinggal menyisakan beberapa langkah saja, aku masih melihatnya berbentuk bayangan hitam.
Di ambang batas kesadaran, ketakutan menyeruak memenuhi pikiran, aku terus mengikuti pergerakannya, sampai akhirnya dia berhenti tepat di sisi tempat tidur.
Beberapa detik kemudian, heningnya suasana semakin mencekam, ketika aku mendengar suara geraman tertahan.
Sosok itu seperti menggeram, pelan tapi seram..
Gak kuat, lalu seketika semua menjadi gelap, setelah itu aku gak ingat apa-apa lagi..
Aku Robin, umurku masih 28 tahun ketika peristiwa ini terjadi pada tahun 2017 lalu.
Awalnya, tahun 2014 aku diterima bekerja pada salah satu perusahaan agency, kebetulan waktu itu perusahaan ini masih baru berdiri dan masih memiliki kantor di Jakarta saja.
Tapi seiring perjalanan waktu, perusahaan berniat untuk mengembangkan sayapnya, salah satu sasaran untuk perluasan adalah di Jawa Barat.
Nah, akhirnya pada awal tahun 2017 perusahaan merealisasikan niatnya dengan mendirikan kantor perwakilan di Jawa Barat.
Entah apa alasannya, sampai akhirnya para atasan memutuskan untuk menyewa satu bangunan yang berbentuk rumah besar untuk dijadikan kantor, kantor baru kami ini letaknya di Cimahi, bukan di Bandung.
Aku yang lahir dan besar di Jakarta, akhirnya malah ditugaskan untuk bekerja di Cimahi.
Singkatnya seperti itulah kira-kira.
Di Kantor ini, tanggung jawab dan perananku diperluas lagi, posisiku langsung di bawah pimpinan cabang
“Bin, nanti di Cimahi gak perlu nyari-nyari kost lagi. Ada rumah kecil di belakang kantor yang bisa jadi tempat tinggal lo dan karyawan lainnya nanti, jadiin mess lah kira-kira.”
Begitu Pak Wisnu setelah kami selesai final meeting mengenai kantor cabang Cimahi ini, kalimat yang membuat langkahku semakin ringan.
Dalam prosesnya, dua atau tiga kali aku sudah datang berkunjung ke Cimahi sebelum kegiatan perusahaan berjalan normal, untuk survey dan pemetaan ruang lingkup kerja, kira-kira begitu istilahnya.
Kantor ini letaknya di perbatasan antara Cimahi dan Bandung, wilayah yang masih tergolong ramai. Tapi, letaknya gak persis di sisi jalan utama, masih harus masuk beberapa puluh meter ke semacam perumahan yang isinya rumah-rumah besar semua.
Benar seperti para atasanku bilang, bentuknya merupakan rumah besar bertingkat, halamannya luas. Aku gak tahu pasti ini rumah peninggalan jaman Belanda atau bukan, tapi kalau dilihat dari bentuk dan struktur bangunannya sangat tampak kalau desainnya merupakan arsitektur klasik,
pokoknya tipikal rumah-rumah jaman dulu. Kalau di Bandung, rumah-rumah yang bentuknya seperti ini masih banyak bisa kita lihat di jalan Cipaganti dan Juanda, sudah kebayang kan bentuknya?
Juga benar kata Pak Wisnu, di bagian belakang bangunan rumah besar bertingkat ini ada lagi satu bangunan berbentuk rumah yang ukurannya lebih kecil, namun masih sama desainnya, rumah jaman dulu.
Rumah kecil ini yang akan aku tempati selama tinggal dan bekerja di sini nantinya.
Ketika survey inilah, pertama kalinya aku bertemu dan berkenalan dengan Pak Asep, beliau yang nantinya akan bertugas sebagai sekuriti kantor. Pak Asep merupakan putra daerah Cimahi, tinggalnya gak jauh dari kantor.
“Mas Robin nanti tinggal di mess sama siapa lagi?” Tanya Pak Asep pada suatu ketika.
“Ada orang kantor dari Jakarta juga Pak, Fian namanya. Nanti dia akan datang kalo kantor sudah siap.”
Iya, nantinya baru hanya aku dan Fian saja yang akan tinggal di mess belakang. Hampir semua karyawan di kantor Cimahi ini adalah orang baru, dan hampir semuanya bertempat tinggal di Cimahi atau Bandung, jadi mereka gak perlu menggunakan fasilitas mess yang ada.
Pada suatu minggu siang, pertengahan 2017.
Aku dengan tas ransel besar berisi pakaian dan segala perlengkapan, sampai juga di Cimahi untuk memulai bekerja pada senin esoknya.
Pak Asep menyambutku di kantor dengan senyumnya, dia sendirian menungguku sejak pagi katanya.
Harusnya aku datang bersama Fian, tapi pada detik-detik terakhir dia memutuskan untuk berangkat senin pagi dari Jakarta karena ada keperluan mendadak, karena itulah akhirnya aku berangkat sendirian.
Oh iya, aku gambarkan sedikit tentang bangunan kantor ini.
Lantai bawah berisi beberapa ruangan besar, di sini ada resepsionis, ruang meeting kecil, ruangan pimpinan cabang, dan beberapa ruangan lain.
Di lantai atas ada ruang meeting lebih besar, beberapa ruangan yang diperuntukkan bagi management project, akulah orangnya yang diberi tanggung jawab menangani ini.
Ruanganku letaknya di sudut belakang, bersebelahan dengan gudang kecil yang waktu itu isinya belum banyak. Untuk menuju ke sana, harus melewati beberapa ruangan lain, termasuk ruang meeting tadi.
Begitulah gambaran singkat bangunan utama.
Sedangkan rumah kecil di belakang, mess tempat tinggalku, bentuknya rumah gak bertingkat. Rumah biasa dengan tiga kamar di dalamnya.
Tapi ya gitu, sejak pertama kali menginjakkan kaki di kantor ini isi pikiranku langsung melanglang buana ke puluhan tahun di belakang, suasana bangunan rumah ini sangat jaman dulu, mungkin karena bentuknya menunjukkan seperti itu.
Selain itu, aku juga merasakan ada yang aneh, perasaan yang gak biasa, sulit menjelaskannya.
Di sini, beberapa kali aku merasa seperti ada yang sedang memperhatikan, entah siapa.
Tapi, mengesampingkan itu semua, lingkungan rumah dan perumahan di sini sangat nyaman untuk dijadikan sebagai kantor.
Hari minggu itu aku habiskan berbincang dengan Pak Asep, banyak bahasan yang tertuang, dari pekerjaan sampai urusan keluarga.
“Mas Robin, nanti malam saya ijin pulang ya. Semalam sudah menginap di sini, hehe.” Tiba-tiba Pak Asep bilang begitu.
“Tenang, di sini aman kok, kalau malam keamanan dipegang oleh sekuriti komplek sini, saya kenal semua, hehe.” Lanjutnya.
“Oh iya, Pak, silakan. Tapi kalau bisa pulangnya malam saja ya Pak, temenin saya ngopi-ngopi dulu, hehe.”
Aku benar-benar lupa kalau pak Asep tentu saja harus pulang ke rumahnya, aku pikir dia akan menginap di sini.
Ah, aku yang penakut ini akan susah untuk tidur di tempat baru seperti ini. Kalau tahu begini, aku berangkat senin pagi juga seperti Fian.
Malamnya, Pak Asep menunaikan janji, menemani aku sampai hampir jam 10 malam. Sebenarnya dalam hati aku berharap Pak Asep mau untuk menginap di sini, tapi apa daya, aku gak berani memintanya.
Benar seperti itu, mendekati jam 10 malam Pak Asep pamit pulang.
“Tenang aja Mas, sekuriti sini patroli terus kok. Kalo ada apa-apa, telpon saya aja.” Begitu kata Pak Asep sebelum pulang.
Ah tapi tetap saja aku gak bisa tenang.
Setelah Pak Asep pulang, aku harus melewati malam pertama di mess kantor baru. Malam pertama yang sungguh sangat menyeramkan. Kisahnya sudah aku ceritakan di awal tadi.
Pagi harinya, aku tersadar sekitar jam setengah 7, dibangunkan oleh suara ketukan pintu Pak Asep.
Sukurlah, aku akhirnya bisa melewati malam yang menyeramkan.
Hari-hari berikutnya aku gak sendirian lagi, karena ada Fian yang akhirnya datang dan tinggal bersamaku di mess.
Seperti yang aku bilang di awal tadi, lingkungan kantor ini punya aura yang agak aneh, bangunanya seperti hendak “bercerita”, sering kali juga merasa kalau seperti ada yang sedang memperhatikan, entah siapa.
Lalu, banyak kejadian yang aku dan teman-teman kantor alami.
Tentang bayangan hitam, ternyata setelah peristiwa malam pertama itu aku masih beberapa kali melihat penampakannya, entah itu di depan mess, di dalam mess, di halaman, atau malah di dalam kantor pada jam kerja.
Pernah suatu malam, ketika dengan terpaksa aku harus kembali ke ruang kerja karena ada barang yang tertinggal.
Ketika sudah berada di lantai atas, dan barang yang aku maksud sudah dalam genggaman, tentu saja aku berniat untuk turun dan kembali ke mess.
Tapi betapa terkejutnya, ketika aku melihat bayangan hitam itu muncul lagi, dia berdiri di lorong menuju tangga, lorong itu adalah satu-satunya jalan yang harus aku lalui kalau mau turun, gak ada jalan lain.
Beberapa saat lamanya aku diam berdiri hanya bisa memperhatikan dalam ketakutan, menunggu sosok hitam itu pergi.
Selain bayangan hitam, ada beberapa penampakan dalam bentuk lain, bukan hanya aku yang melihatnya tapi rekan kerja lainnya juga.
Tapi, ada satu sosok seram yang paling sangat aku takuti, menyebutnya namanya pun aku gak berani.
Menurut cerita dari beberapa teman, sosok seram ini beberapa kali muncul di lingkungan kantor. Ada yang pernah melihatnya di ruang meeting, di lantai satu, dan ruangan lainnya.
Ada juga yang bilang pernah lihat dia sedang berdiri di bawah pohon mangga yang ada di belakang, yang letaknya persis di samping bangunan mess ku.
Pokoknya seram..
Tapi untungnya, aku sama sekali belum pernah melihat penampakannya, belum.
Sampai akhirnya, aku mengalami satu peristiwa yang melibatkan beliau ini..
Pada suatu malam di tahun 2019, aku baru pulang dari kunjungan event di Bandung timur. Belum terlalu malam, masih jam 10.
Saat itu, aku sudah tahu kalau Fian sudah pulang ke Jakarta, jadi aku akan sendirian bermalam di mess.
Setelah memarkirkan mobil di depan kantor, aku lalu berjalan ke belakang. Tapi sebelumnya, ketika masih di dalam kendaraan, aku melihat Pak Asep masih sedang membereskan ruangan depan kantor. Kami hanya bertegur sapa dari kejauhan.
Melihat masih ada Pak Asep, aku jadi tenang, gak terlalu sendirian jadinya.
Aku yang sudah sangat lelah, sesampainya di dalam mess memutuskan untuk langsung mandi kemudian istirahat.
Benar adanya, selesai mandi aku langsung rebah di tempat tidur, lalu hilang masuk ke alam mimpi.
Nyenyak terlelap..
Tapi gak sampai pagi, entah pukul berapa aku malah terjaga, terbangun dari tidur.
“Duk.., duk, duk..”
Ada suara seperti itu di jendela kamar, seperti ada yang sedang mengetuk-ngetuknya dari luar. Karena itulah aku jadi terbangun.
Masih setengah sadar, aku bertanya-tanya dalam hati suara apa itu gerangan.
Terdengar berulang kali dengan jeda yang gak lama..
Gak, aku gak berani untuk mendekat apa lagi membuka jendela, gak ada nyali untuk itu. Yang ada, aku malah menarik selimut menutup nyaris seluruh badan. Ketakutan..
Ingin sekali rasanya untuk mengabaikan, lalu tidur lagi, tapi gak bisa, aku bukan orang yang bisa seperti itu.
Tapi, aku sedikit sudah agak tenang ketukan bunyi duk-duk itu hilang.
Tapi hanya sebentar, karena berikutnya suara berganti dengan yang lebih menyeramkan lagi.
“Sssssshh, ssssshh, sssssss..” Kira-kira seperti itu bunyinya.
Jendela kamar yang bentuknya merupakan jendela kayu dengan lubang-lubang kecil memanjang, menjadikan suara-suara itu jelas terdengar.
Sekali lagi aku merinding, semakin ketakutan.
Ditambah, sesekali suara duk-duk masih terdengar..
Sampai akhirnya aku gak tahan lagi, pelan-pelan berdiri lalu berjalan ke luar kamar.
Di ruang tengah, beberapa saat lamanya aku hanya berdiri diam, masih bingung harus melakukan apa.
Sampai akhirnya, aku berpikir untuk menuju mobil saja, lalu pergi keluar meninggalkan tempat ini, aku gak mau lagi bermalam dalam cekam.
Ya sudah, aku bergegas mengambil kunci mobil.
Setelah siap pergi, aku lalu melangkah untuk ke luar rumah.
Setelah sudah berada di depan pintu, timbul rasa ragu untuk membukanya, gak tahu kenapa. Tapi tekadku sudah bulat, aku harus pergi dari sini!
Ketika tangan sudah menggenggam gagang pintu, entah kenapa aku penasaran untuk melihat ke luar terlebih dahulu. Tangan kiriku lalu perlahan membuka tirai jendela, membuat celah untuk mengintip.
Aku melempar pandangan menyisir seluruh luar rumah, dari teras sampai batas jangkauan penglihatan.
Terus aku perhatikan setiap sudutnya, sampai akhirnya pandanganku terhenti..
Ketika melihat ada sosok yang sedang berdiri di bawah remang cahaya, berdiri di jalur sebelah kiri yang akan aku lewati kalau hendak menuju depan kantor.
Di samping bangunan kantor, aku melihat mahluk yang paling aku takuti, aku melihat pocong..
Jarak yang cukup jauh, kira-kira 20 meter, ditambah pencahayaan yang kurang, tapi aku masih bisa melihat sosok menyeramkan ini dalam keremangan. Dia berdiri diam, seperti sedang memperhatikan.
Reflek, aku langsung menutup tirai, lalu mundur beberapa langkah.
Jantungku berdegup kencang, keringat dingin mulai jatuh bercucuran.
Namun aku tetap bertekad untuk pergi.
Tapi entah bodoh atau bagaimana, kemudian aku malah kembali maju mendekati jendela, lalu membuka lagi tirainya.
Tuhan, ternyata pocong itu masih ada, tapi posisinya sudah berbeda, kali ini lebih dekat dari sebelumnya, kira-kira hanya tinggal10 meter jarak kami.
Aku semakin jelas melihat penampakannya, semakin jelas melihat bentuknya, sosok jenazah berbalut kain putih kusam dengan ikatan di beberapa tempat.
Nyaris menangis, aku lalu nekat mengerahkan seluruh tenaga tersisa untuk membuka pintu!
Kemudian sambil setengah menunduk aku lari ke lewat jalur yang ada di sebelah kanan kantor,
Dari sudut mata aku bisa melihat kalau pocong itu masih ada, masih berdiri di depan bangunan mess.
Sesampainya di depan, aku langsung menuju mobil lalu berkendara pergi ke luar, meninggalkan kantor dan mess seram itu.
Hai, balik lagi ke saya ya 🙂
Karena kopinya sudah habis, saya selesaikan aja ya, padahal masih banyak yang Robin mau ceritakan. Nanti aja deh dilanjut kapan-kapan.
Sampai jumpa lagi ya
Tetap sehat, biar bisa terus ngopi bareng.
Salam